Mengenal PPID dan Perannya di Polda Riau

PPID adalah singkatan dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Di lingkungan Polda Riau, PPID berfungsi sebagai pengelola dan penyampai dokumen yang dimiliki oleh badan publik sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keberadaan PPID bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam menyampaikan permohonan informasi, karena dilayani melalui satu pintu yang efisien dan transparan.

Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik

Salah satu elemen krusial dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak atas informasi menjadi sangat vital karena semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi oleh publik, semakin dapat dipertanggungjawabkan pula penyelenggaraan negara tersebut.

Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak akan banyak berarti tanpa adanya jaminan keterbukaan informasi publik.

Landasan Hukum Keterbukaan Informasi

Keberadaan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu:

  1. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi.
  2. Kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan atau proporsional, dan dengan cara yang sederhana.
  3. Pengecualian informasi bersifat ketat dan terbatas.
  4. Kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-Undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang ini juga mencakup organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN POLRI

Kepolisian di negara manapun selalu berada dalam sebuah dilema kepentingan kekuasaan yang selalu menjadi garda terdepan perbedaan pendapat antara kekuasaan dengan masyarakatnya. Sistem kepolisian suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem politik serta kontrol sosial yang diterapkan.

Berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 11/S.D, Kepolisian beralih status menjadi Jawatan tersendiri di bawah langsung Perdana Menteri. Ketetapan Pemerintah tersebut menjadikan kedudukan Polisi setingkat dengan Departemen dan kedudukan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) setingkat dengan Menteri. Dengan ketetapan itu, pemerintah mengharapkan kepolisian dapat berkembang lebih baik dan merintis hubungan vertikal sampai ke tingkat paling kecil seperti pada wilayah kecamatan.

Kedudukan kepolisian dalam sebuah negara selalu menjadi kepentingan banyak pihak untuk duduk dan berada di bawah kekuasaan. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Kepolisian RI dibenamkan dalam sebuah satuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang bergerak dalam pengaruh budaya militer. Militeristik begitu mengikat karena selama lebih dari 30 tahun kepolisian dibalut dengan budaya militer tersebut. Tahun 1998, tuntutan masyarakat begitu kuat dalam upaya membangun sebuah pemerintahan yang bersih dan mempunyai keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat.

Maka selanjutnya Tap MPR No.VI/2000 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dikeluarkan dan menyatakan bahwa salah satu tuntutan Reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI. Akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan Kamtibmas. Maka Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Oleh karena itu, Polri kembali di bawah Presiden setelah 32 tahun di bawah Menhankam/Panglima ABRI.

Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa (1) Polri merupakan alat negara yang berperan dalam pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri). Karena dalam Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1) Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (2) Dalam menjalankan perannya, Polri wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional. Artinya, Polri bukan suatu lembaga/badan non-departemen, tapi di bawah Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kepolisian, perlu ditata dahulu rumusan tugas pokok, wewenang Kepolisian RI dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2: "Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat."

Sedangkan Pasal 3: "(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh: a. kepolisian khusus, b. pegawai negeri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing."

Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam UU No.2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

  1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
  2. Menegakkan hukum.
  3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Penjabaran tugas Kepolisian dijelaskan lagi pada Pasal 14 UU Kepolisian RI.

Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan wewenang Kepolisian RI, sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian yang didasarkan kepada Kode Etik Kepolisian.

Sesuai dengan rumusan fungsi, tugas pokok, tugas, dan wewenang Polri sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002, maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian meliputi:

A. Tugas Pembinaan Masyarakat (Pre-emtif)

Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum, dan peraturan perundang-undangan. Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme, maka akan tercapai tujuan dari community policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-Polres. Sebenarnya seperti yang disebutkan di atas, dalam mengadakan perbandingan sistem kepolisian negara luar, selain harus dilihat dari administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial masyarakatnya.

Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter dan budaya Indonesia (Jawa) dengan melakukan sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan kampung, secara bergantian masyarakat merasa bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya masing-masing. Hal ini juga ditunjang oleh kegiatan Bhabinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus.

B. Tugas di Bidang Preventif

Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda, dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan kemampuan profesional teknik tersendiri seperti patroli, penjagaan, pengawalan, dan pengaturan.

C. Tugas di Bidang Represif

Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu represif justisiil dan non justisiil. UU No. 2 Tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-tindakan represif non-justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat 1(1), yaitu wewenang diskresi kepolisian yang umumnya menyangkut kasus ringan.

KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisiil dengan menggunakan asas legalitas bersama unsur Criminal Justice System lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:

  1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap sebagai tindak pidana.
  2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
  3. Mencari serta mengumpulkan bukti.
  4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi.
  5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

TUGAS DAN FUNGSI PID POLRI

Ro PID (Biro PID) merupakan unsur pelaksana utama yang berada di bawah Kadivhumas Polri.

Ro PID bertugas membina, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data, informasi, serta dokumentasi dalam mendukung pelaksanaan penyampaian informasi baik internal maupun eksternal Polri.

Dalam melaksanakan tugas, Ro PID menyelenggarakan fungsi:

  1. Pengumpulan, pengelolaan, dan analisis data, informasi, dan/atau dokumentasi yang diperlukan guna penyajian informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk kepentingan internal maupun eksternal Polri.
  2. Pengumpulan informasi dan data yang berkaitan dengan kegiatan Polri yang dapat diakses oleh publik.
  3. Penyiapan media dan pendistribusian informasi dan dokumentasi secara luas sesuai ketentuan perundang-undangan.
  4. Pengelolaan informasi pengaduan (public complaint) yang menyangkut pelayanan, perlindungan, pengayoman, dan penegakan hukum oleh Polri, serta penyelesaian proses sengketa informasi hingga tuntas.